Kamis, 30 Desember 2010


Ibu...Aku ada pasangan hidup sendiri.... Bila senang, aku cari....pasanganku Bila sedih, aku cari....ibu Bila mendapat keberhasilan, aku ceritakan pada....pasanganku Bila gagal, aku ceritakan pada....ibu Bila bahagia, aku peluk erat....pasanganku Bila berduka, aku peluk erat....ibuku Bila ingin berlibur, aku bawa....pasanganku Bila sibuk, aku antar anak ke rumah....ibu Bila sambut valentine.. Aku beri hadiah pada pasanganku Bila sambut hari ibu...aku cuma dapat ucapkan "Selamat Hari Ibu"

Selalu.. aku ingat pasanganku
Selalu.. ibu ingat aku

Setiap saat... aku akan telepon pasanganku
Entah kapan... aku ingin telepon ibu

Selalu...aku belikan hadiah untuk pasanganku
Entah kapan... aku ingin belikan hadiah untuk ibu
Renungkan:

"Kalau kau sudah selesai belajar dan berkerja... masih ingatkah kau pada ibu?

tidak banyak yang ibu inginkan... hanya dengan menyapa ibupun cukuplah".

Berderai air mata jika kita mendengarnya........

Tapi kalau ibu sudah tiada..........

IBUUUU...RINDU IBU.... RINDU SEKALI....
Berapa banyak yang sanggup menyuapi ibunya....
Berapa banyak yang sanggup mencuci muntah ibunya.....
Berapa banyak yang sanggup menggantikan alas tidur ibunya.....
Berapa banyak yang sanggup membersihkan najis ibunya...... .
Berapa banyak yang sanggup membuang belatung dan membersihkan luka kudis ibunya....

Berapa banyak yang sanggup berhenti kerja untuk menjaga ibunya.....

Seorang anak menemui ibunya yang sedang sibuk menyediakan makan malam di dapur lalu menghulurkan selembar kertas yang bertuliskan sesuatu. Si ibu segera melap tangannya dan menyambut kertas yang dihulurkan oleh si anak lalu membacanya. Upah membantu ibu:

1) Membantu pergi belanja : Rp 4.000,-
2) Membantu jaga adik : Rp 4.000,-
3) Membantu buang sampah : Rp 1.000,-
4) Membantu membereskan tempat tidur : Rp 2.000,-
5) Membantu siram bunga : Rp 3.000,-
6) Membantu sapu sampah : Rp 3.000,-
Jumlah : Rp 17.000,-

Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak, kemudian si ibu mengambil pensil dan menulis sesuatu di belakang kertas yang sama.

1) Biaya mengandung selama 9 bulan - GRATIS
2) Biaya tidak tidur karena menjagamu - GRATIS
3) Biaya air mata yang menitik karenamu - GRATIS
4) Biaya gelisah karena mengkhawatirkanmu - GRATIS
5) Biaya menyediakan makan, minum, pakaian, dan keperluanmu -GRATIS
Jumlah Keseluruhan Nilai Kasihku - GRATIS

Air mata si anak berlinang setelah membaca apa yang dituliskan oleh si ibu. Si anak menatap wajah ibu,memeluknya dan berkata,

"Aku Sayang Ibu". Kemudian si anak mengambil pensil dan menulis

"Telah Dibayar Lunas" ditulisnya pada muka surat yang sama...
Selengkapnya...

Kamis, 23 Desember 2010


BELAJAR DARI CINCIN
Beberapa waktu yang lalu, di Mesir hiduplah seorang sufi yang tersohor bernama Zun-Nun. Seorang pemuda mendatanginya dan bertanya : "Tuan, saya belum faham mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya dan sangat-sangat sederhana?? Bukankah di zaman seperti ini berpakaian moden amat perlu, bukan hanya untuk penampilan namun juga untuk tujuan banyak hal lainnya!!!?."

Sang sufi hanya tersenyum, ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata : "Wahai anak muda, akan kujawab pertanyaanmu, namun sebelum itu aku ingin kau melakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Cobalah, bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas."
Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu; "Satukeping emas??. Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu." "Cobalah dulu anak muda. Siapa tahu kamu akan berhasil menjualnya..!."

Pemuda itu pun segera pergi ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli dengan harga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak.

Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Setal lelah menawarkan Ia kembali ke kediaman Zun-Nun dan melaporkan; "Tuan, tak seorang pun yang berani menawar lebih dari satu keping perak."

Zun-Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga. Dengarkan saja, bagaimana ia memberikan penilaian."

Pemuda itu pun pergi ke tempat yang dimaksud. Tak lama berselang Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melaporkan; "Tuan, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."

Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih; "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi orang muda. Seseorang tak bisa dinilai daripakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas".

Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu memerlukan proses wahai anak muda. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan kita lihat sekilas.Seringkali yang disangka emas ternyata besi biasa dan yang kita lihat sebagai besi biasa ternyata emas."
Selengkapnya...

Rabu, 15 Desember 2010


Dalil-dalil Yang Menetapkan Eksistensi Kesurupan Dan Masuknya Jin Ke Dalam Tubuh Manusia.
1. Allah Subhanahu wata'ala berfirman, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275). Al-Imam al-Qurtubi rahimahullah berkata, “Di dalam ayat ini terdapat dalil atas batalnya hujjah orang yang mengingkari kesurupan (kemasukan jin), dan menganggap bahwa hal tersebut merupakan bagian dari pembawaan lahir dan sesungguhnya setan tidak berjalan pada diri manusia dan tidak pula masuk ke dalamnya.” (lihat: Tafsir al-Qurtubi, 30/230)
2. Dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan at-Thabrani dari hadits Ummu Abban binti al-Wazi’ dari bapaknya, dari kakeknya bahwasanya ia pernah pergi ke Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa anaknya yang kesurupan, maka beliau Shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Dekatkan ia kepadaku dan hadapkan punggungnya di depanku,” maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam membuka pakainnya dari atas sampai bawah lalu memukul punggungnya seraya berkata, ‘Keluarlah wahai musuh Allah ,’ kemudian ia pun kembali melihat dengan pandangan yang benar (sembuh).”
3. Dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Shafiyyah binti Huyay radhiyallahu 'anha bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya setan mengalir di dalam tubuh anak Adam melalui pembuluh darah.”
Sebab-sebab Kesurupan (Kerasukan Jin)
Berikut ini adalah ringkasan dari sebab-sebab masuknya jin pada tubuh manusia (lihat: wiqayatu al-Insani min al-Jinni wa asy-Syaitani, Karya: Syaikh Wahid Abdus Salam Bali):
1. Karena kecintaan jin yang sangat besar kepada manusia tersebut.
2. Karena kezhaliman manusia terhadap jin, seperti menyiramkan air panas kepadanya, menindihi jin dari tempat yang tinggi atau dengan kencing di lubang atau selainnya.
3. Karena kezhaliman jin terhadap manusia seperti merasukinya tanpa sebab, sedangkan dia tidak rela dengan hal itu.
Cara Mencegah Dari Kesurupan Jin Sebelum Terjadi.
1. Membiasakan untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu waTa'ala secara terus-menerus dan mendekatkan diri kepadaNya dengan menjalankan ketaatan-ketaatan, karena sesungguhnya ketika manusia semakin dekat dengan Allah Subhanahu waTa'ala setan pun akan semakin jauh dari manusia.
2. Membaca bismillah ketika mengerjakan sesuatu, khususnya pada kondisi berikut:
a. Ketika meloncat dari tempat yang tinggi.
b. Ketika melempar sesuatu ke tanah/bumi seperti menyiramkan air panas atau melempar sesuatu yang berat.
c. Ketika melewati tempat-tempat yang dilalui oleh binatang liar atau tempat-tempat yang gelap atau tempat-tempat sepi.
3. Berdzikir kepada Allah Subhanahu waTa'ala dengan dzikir-dzikir yang terbatas dengan waktu, seperti dzikir pagi petang, ketika hendak makan dan yang lainnya.
4. Tidak membunuh ular-ular yang berada di dalam rumah kecuali setelah memohon pertolongan kepada Allah dengan menyebut nama Nya agar ular tersebut mau keluar.
5. Tidak mendengarkan lagu dan musik.
6. Tidak melihat wanita-wanita (bukam mahram) dan seluruh yang diharamkan Allah Subhanahu waTa'aladan tidak berdua-duaan dengan mereka (khalwat) karena wanita merupakan perangkap dan pancingan setan.
7. Bersungguh-sungguh dalam menjaga shalat berjama’ah.
8. tidak tinggal di tempat-tempat reruntuhan bangunan, kamar mandi, kuburan-kuburan dan tempat-tempat kosong/sepi dan tidak melaksanakan shalat di kandang unta serta atau shalat ketika terbit atau terbenamnya matahari.
9. Membiasakan berjama’ah dan tidak menyendiri seperti ketika bepergian atau masuk ke padang sahara atau tanah yang lapang, maka jika terpaksa hendaklah memperbanyak dzikir kepada Allah Subhanahu waTa'ala dan memohon perlindungan kepadaNya.
10. tidak kencing di lubang atau bersuci dengan menggunakan tulang atau kotoran binatang.
11. Dianjurkan berwudhu sebelum tidur dan membaca dzikir sebelum tidur serta meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu waTa'ala
12. Menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat karena hal tersebut dapat menjauhkan seseorang dari Allah Subhanahu waTa'ala dan mendekatkan dirinya kepada setan.
Terapi Atau Pengobatan Terhadap Orang-orang Yang Kesurupan.
Tahap Pertama: Tahap Terapi/ Pengobatan.
letakkanlah tangan anda di atas kepala pasien dan bacakan ayat-ayat (al-Qur’an) yang dapat mengusir setan secara tartil, seperti membaca al-Fatihah; ayat Kursi; tiga ayat terakhir dari surat al-Baqarah; al-Mu’awidzatain (surat al-Falaq dan an-Naas); al-Ikhlas; dan semua surat-surat dan ayat-ayat yang memiliki keutamaan “dapat mengusir setan”.
Tahap kedua: Tahap pasca terapi/ Pengobatan.
Tahapan ini adalah tahapan yang berat karena dalam tahap ini memungkinkan jin untuk kembali lagi ke dalam tubuh pasien, oleh karena itu wajib atasnya hal-hal berikut :
1. Menjaga shalat berjamaah.
2. Berdzikir kepada Allah Subhanahu waTa'ala dalam setiap waktu, khususnya pada waktu-waktu tertentu (yang disunnahkan).
3. Hendaklah pasien tersebut kembali kepadamu, agar kamu membacakan kepadanya (meruqyah) setelah beberapa saat, atau dengan memberikan air yang dibacakan ayat-ayat yang dapat mengusir setan, kemudian sebagian dia minum dan sebagiannya ia gunakan untuk mandi.
4. Membaca bismillah ketika hendak melakukan sesuatu.
5. Mendengar dan menyimak ayat al-Qur’an dan membacanya.
Peringatan-peringatan Bagi Penerapi
1. Jin terkadang datang berteriak-teriak, memanggil-manggil, menakut-nakuti dan mengancam, maka janganlah kamu takut kepadanya, akan tetapi pukullah dia dan berilah ia pelajaran (dengan menghukumnya), niscaya dia akan menjadi tenang dengan izin Allah Subhanahu waTa'ala dan bacakanlah pula kepadanya firman Allah Subhanahu waTa'ala “Sesungguhnya tipu daya setan adalah lemah.”
2. Jin terkadang mencaci maki atau menghinamu, maka janganlah kamu marah.
3. Jin terkadang berkata kepada-mu, “Kamu adalah seorang lelaki yang shalih dan aku akan keluar karena kemuliaanmu,” maka katakan kepadanya, “Saya adalah hamba Allah Subhanahu waTa'ala yang lemah dan keluarlah kamu semata-mata karena ketaatanmu kepada Allah dan rasulNya.”
4. Terkadang kamu akan mendapati jin yang sangat keras kepala, maka dalam kondisi seperti ini, ambillah setengah gelas air dan dekatkan ke mulutmu, lalu tiupkan padanya (gelas tersebut) setelah membaca ayat-ayat ruqyah, lalu minumkan padanya (pasien tersebut), niscaya jin tersebut akan merasa ketakutan dan mematuhimu, serta akan keluar dengan izin Allah Subhanahu waTa'ala Jika dia belum keluar, maka teruslah kamu membacakannya, walaupun setelah selang beberapa saat sampai dia keluar dengan izin Allah Subhanahu waTa'ala
5. Hendaklah ruqyah dibaca dengan tartil, Khusyu’ dan dengan suara yang terdengar.
6. Jin terkadang meminta syarat-syarat tertentu, maka jika dalam syarat-syarat tersebut merupakan bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu waTa'ala dan RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam maka tidak mengapa syarat-syarat tersebut dipenuhi, akan tetapi sampaikan kepadanya bahwa dia melaksanakan perbuatan ini bukan karena ketaatan kepadanya, akan tetapi semata-mata hanya menaati Allah Subhanahu waTa'ala. jika jin tersebut menyuruh untuk melakukan perbuatan maksiat, maka janganlah dituruti permintaannya. Akan tetapi berilah dia hukuman atas hal itu.
7. Jika Allah Subhanahu waTa'ala menjauhkan/memalingkan jin tersebut dari si pasien, maka suruhlah dia dan orang yang bersamanya agar mereka sujud kepada Allah Subhanahu waTa'ala sebagai rasa syukur kepadaNya karena telah menyelamatkan mereka dari jin yang zhalim ini, begitu juga hendaknya kamu sujud sebagai rasa syukur kepada Allah Subhanahu waTa'ala atas taufikNya kepadamu dengan menghilangkan kezhaliman ini.
8. Apabila Allah Subhanahu waTa'ala telah menjauhkan/ memalingkan jin melalui perantara kedua tanganmu, maka janganlah kamu berkata, “Aku telah mengeluarkannya (jin tersebut) atau aku telah menjauhkan/ memalingkannya”, akan tetapi katakanlah, “Sesungguhnya Allah Subhanahu waTa'ala lah yang telah menjauhkan/ memalingkannya, atau Allah Subhanahu wata'ala lah yang telah mengeluarkannya.” Dan waspadalah kamu dari sifat ujub (membanggakan diri), sesungguhnya hal itu merupakan celah masuknya setan yang paling besar.
Selengkapnya...

Jumat, 14 Mei 2010


Di sebuah daerah terpencil di pinggiran kota, ada seorang guru muda yang sudah cukup lama mengabdi sebagai pengajar di sebuah Sekolah Dasar Terpadu. Gajinya tidaklah terlalu besar, masih di bawah standar UMR daerah tersebut. Sebagai seorang wali kelas, tugasnya tampak lebih berat dan full setiap harinya. Bahkan tugas -tugas administrasi kelas pun membuatnya selalu lembur. Pada awalnya, dia menikmati semua itu. Besar kecil nya gaji tak membuatnya pasrah, ia tetap bersemangat dengan memendam harapan akan adanya kehidupan yang lebih baik baginya kelak.

Namun, sebagai mana manusia pada umumnya, keletihan dan ketidak puasan pasti datang seiring berjalannya waktu. Perbaikan standar gaji tak juga diterimanya. Sedangkan dia harus membiaya hidupnya sendiri yang semakin hari semakin membengkak. Gaji tak bisa lagi menutupi kebutuhan hidup, sedangkan dia sama sekali tidak menyukai sesuatu yang gratis atau hanya bergantung pada pemberian orang.

Maka dia pun menambah aktivitas yang bisa menghasilkan pemasukan tambahan. Dia berjualan baju di pasar setiap hari libur, dan mengajar anak TK sesudah mengajar di SD, sampai malam. Begitulah setiap harinya. Tak ada waktu untuk berleha -leha. Agar bisa tetap bertahan.

Sampai akhirnya sampai ia pada batas kelelahannya. Ia sering mengeluh pada teman dekatnya. Ia ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik; tentunya secara finansial maupun iklim kerja. Lalu ia pun mulai bergerilya lagi, melamar pekerjaan ke tempat lain. Ia bertekad untuk pindah dari sekolah itu, meskipun berat rasanya meninggalkan anak -anak yang diajarnya.

Kemudian, pada suatu hari, saat ia masuk kelas tiba -tiba suasanan begitu sunyi. Anak -anak yang biasanya ramai menyambutnya tidak tampak satupun. Dan, itulah, tiba -tiba beberapa orang anak memeluknya dari belakang sambil berkata; “Ibu, selamat ulang tahun!” mereka mencium telapak tangannya. Diikuti seluruh anak yang diajarnya. Mereka memasang sebuah karton besar di kelas yang ditulisi ucapan selamat ultah oleh seluruh anak.

Guru itupun tak kuasa menahan air matanya. Dia menangis sambil jongkok di depan kelas. Anak -anak itu satu persatu menyerahkan bingkisan hadian ulang tahun dan selembar surat.

Di rumahnya, guru itu membuka surat -surat cinta itu dan membacanya sambil menangis. Terutama saat membaca, “Ibu, tak ada yang bisa kuberikan selain ucapan ini. Selamat ulang tahun ibu guru. Terima kasih karena telah begitu baik mengajari kami selama ini. Terima kasih atas segala yang telah ibu berikan. Kami mencintai ibu”

Keesokan harinya, guru itu berkata pada temannya, bahwa dia tidak jadi pindah kerja. saat ditanya alasannya, guru itu menjawab, “aku punya anak -anak. aku belum bisa meninggalkan mereka. belum saat ini”



Di saat kenyataan hidup begitu sulit sehingga kita merasa tak bisa memikulnya lagi, apa yang bisa membuat anda bangkit kembali untuk mencoba bertahan? Lalu terus berjuang? Apa yang bisa membuat kita tetap bertahan di jalan ini?

Satu hal yang pasti, keyakinan yang kuat, bahwa sesulit apapun hidup ini, kita pasti bisa melewatinya. Karena kita tak pernah sendirian. Alloh bersama kita, Dia akan memberi kekuatan melalui doa kita. Itulah yang membuat kita bisa tetap bertahan.

Lalu, kehadiran orang –orang yang mencintai kita. Terkadang hal -hal yang dianggap sepele, bisa membuat kita bertahan. Bertahan, dan terus bertahan. Perhatian, doa, dan cinta dari orang -orang terdekat, adalah salah satu sumber kekuatan kita. Kita merasa berarti, merasa dicintai, dibutuhkan, sehingga kita mengerahkan segenap energi kita untuk melanjutkan hidup. Melanjutkan perjuangan, yang tak akan pernah ada ujungnya sampai kita mati.

Sebab kuat itu bukan pada saat kita bisa mendapatkan, namun saat kita bisa memberi. Kuat bukan saat kita bisa memenangkan segala kompetisi dalam hidup, tapi saat kita jatuh lalu bangkit kembali untuk bertahan dan melanjutkan perjuangan.
Selengkapnya...

Sabtu, 08 Mei 2010

Tim Essoga raih Juara Popda tingkat kabupaten



tidak sia-sia perjuangan kami...
tim essoga mendapat 7 piala popda seni tingkat kabupaten.
antara lain :
juara pertama putra : lomba desain motif batik
juara pertama putri : lomba kerajinan tangan
juara kedua putra : lomba menyanyi tunggal
juara kedua putra : lomba melukis
juara kedua putri : lomba menulis cerpen
juara ketiga putri : lomba desain motif batik
juara ketiga putri : lomba melukis Selengkapnya...

Sabtu, 01 Mei 2010

Hari Pendidikan Nasional

ng Ngarso Sung Tulodo (di depan, kita/guru memberi contoh kepada murid) Ing Madya Mangun Karso (di tengah-tengah, murid kita/guru membangun prakarsa dan bekerja sama dengan mereka), Tut Wuri Handayani (dan dari belakang kita/guru memberi daya-semangat dan dorongan bagi murid). Selamat hari Pendidikan Nasional.... Selengkapnya...

Unggah-ungguh Basa

Ing bebrayan (masyakarat) Jawa kerep keprungu tetembungan unggah-ungguh. Tegese unggah-ungguh yaiku sopan santun, tata krama. Wong Jawa saiki akeh sing ngarani yen wong enom wis ora nduweni unggah-ungguh maneh. Mesthi bae. Wong saiki tindak lakune kudu cepet, jalaran nguber kabutuhane urip, nganggo paugeran cepet-cepet anggere slamet, ora kaya wong Jawa jaman biyen sing duwe pathokan nguler kambang, alon-alon waton kelakon. Kanthi lumakune waktu lan jaman, mesthi ana owah gingsire kahanan, jalaran tuwuh kahanan anyar utawa sangsaya majune teknologi bakal nuwuhake owah-owahan. Apa iku owah-owahan sikap, apa tindak tanduk. Sing gampang bae anane owah-owahan punjere paprentahan, sing biyen ana ing Surakarta Hadiningrat lan Ngayojakarta Hadiningrat saiki wis ngalih ana ing Jakarta. Kahanan iki nyebabake owah-owahan uga, utamane Basa Jawa. Basa Jawa sing biyene dadi basa resmi paprentahan saiki ora. Malah-malah saiki akeh wong Jawa sing wis ora gelem nganggo basa Jawa maneh, sanajanta wong mau asale saka Surakarta lan Ngayojakarta. Kahanan iki nyebabake basa Jawa ngalami owah gingsir, bisa-bisa ngalami ilang musna kaya basa Jawa Kuna sing jaman saiki wis wong Jawa sing ora ngerti. Akeh wong Jawa sing wis ora ngerti basa Jawa maneh. Ngertia ya mung capet-capet, apa maneh nganggo basa sing ndakik-ndakik.
Basa Jawa saiki wis owah, ora kaya basa Jawa jaman panjenengane Bapak Antunsuhono, S. Padmosukoco, R Ng Poerbacaroko lan sapanunggalane. Nalika jaman iku basa Jawa diperang dadi :
1. Basa Ngoko. Basa Ngoko isih diperang dadi basa Ngoko Lugu lan basa Ngoko Andhap.
2. Basa Madya. Basa Madya isih diperang dadi basa Madya Ngoko, Madya Krama, lan Madyantara.
3. Basa Krama. Basa Krama isih diperang dadi basa Mudhakrama, Madya Krama, lan Wredhakrama.
4. Basa Krama inggil.
5. Basa Bagongan utawa basa sing kanggo ing sajerone kraton.
6. Krama desa sing tembung-tembunge akeh sing tinemu ing karang pradesan.

Jaman saiki akeh wong desa sing dadi priyayi gedhe ing Jakarta, dene sing biyen trahing kusuma rembesing madu ing kraton Surakarta lan Ngayojakarta dadi priyayi lumrah. Kadhangkala wong-wong ing sacedhake (tangga teparone) priyayi mau ora mangerteni yen priyayi mau tedhaking kusuma rembesing madu, kaya paribasan kang kamot ing tembang Dhandhanggula , diemot (dimuat) ing buku "Ngengrengan Kasusastran Jawi" karangan S. Padmosukoco, paribasan tunggak jarak mrajak, tunggak jati mati, temah nampa papan kang nistha.
Mula apa kira-kira saiki ora perlu diatur ing paramasastra anyar? Upamane jinise basa mau diperang dadi :
1. Basa Ngoko kedadean saka Ngoko Lugu lan Ngoko Andhap (Ngoko Alus) ,sing aturane padha jaman biyen.
2. Basa Krama kedadean saka Krama Lugu lan Krama Andhap (Krama Alus). Basa Krama Lugu aturane kaya Basa Kramantara, lan Basa Krama Andhap (krama Alus ) kaya Mudha Krama. Kena apa kok basa Mudhakrama? Jalaran basa Mudha Krama iku kramane wong enom marang wong tuwa. Wong Jawa nduweni watak ngajeni wong kang dijak guneman lan ngasorake awake dhewe, kaya ing basa Ngoko Alus utawa Ngoko Andhap .
Kepriye dulur tanggapan panjenengan? Selengkapnya...

Rabu, 28 April 2010

Simfoni

Aku melangkah dengan langkah indahku untuk ke luar rumahku agar aku dapat menatap langit yang biru...
Dengan membawa Indahnya senyuman yang menggambarkan begitu besar CintaMu...
Senyuman yang dapat bercerita tentang indahnya Mahabbah Rabbku...
Keindahan yang tidak mampu dapat ditorehkan oleh tinta...
Atas Karunia Rabbku, aku mampu mempermanis manisnya senyum Indahku...
Agar dapat membawakan suatu gambar yang lebih Indah kepadamu tentang Keindahannya...
Karena aku tak mampu dapat menggoresnya pada sebuah kertas...
Aku datang dengan membawa segengam senyum di bibirku...
Agar dapat menggambarkan kepadamu tentang Indahnya Karunia itu melalui senyuman Indahku...
Sebagai bingkisan dariku kepadamu, Wahai jiwa-jiwa tenang yang penuh ketentraman...
Sehingga berpijarlah Karunia yang menghiasi dunia dengan Selendang Cahayanya...
Karunia yang hendak memberikan ketentraman bagi jiwa-jiwa yang tenang...
Yaa Rabb, tak ada dariku yang dapat melukiskan MahabbahMu, Kecuali Senyuman Indah ini...
Maka, Izinkanlah Senyuman ini dapat menjadi pena yang dapat melukiskan Indahnya MahabbahMu di Tempat aku berpijak...
Hingga Karunia itu dapat menguatkan pijarnya lagi ketika sempat terlelap dalam padamnya...
Allahuma Amiiin... Selengkapnya...

Minggu, 25 April 2010

makna tembang ilir-ilir

Ilir-ilir

Ilir-ilir, ilir-ilir tandure wis sumilir,
tak ijo royo-royo,
tak sengguh penganten anyar,
cah angon, cah angon penekna blimbing kuwi,
lunyu-lunyu peneken,
kanggo masuh dodotira,
dodotira kumitir bedhahing pinggir,
dondomana jlumatana,
tak nggo seba mengko sore,
mumpung gedhe rembulane,
mumpung jembar kalangane,
ya suraka surak horeee.


Tembang ing ndhuwur kalebu salah sawijining tembang sing saben wong Jawa mesthi bisa nembangake. tembang dirungu dsaka mbah-mbah biyen, lan ing saben panggonan diotembangake dening bocah-bocah. Budaya tutur sing dialami dening wong wong boiyen jalaran durung akeh buku lan cathetan mula keprungune turun temurun. Banjur thukul sapa sing nyiptakake tembang iku?
Ana panemu sing sing nyiptakake Sunan Drajat, ana maneh panemu sing ngandhakake yen sing ngarang tembang iku Sunan Kalijaga, lan ana maneh panemu sing liya. Jalaran ora ana cathetan sing bisa dianggo pathokan mula sawetara iki durung bisa nemtokake sapa satemene sing ngarang tembang iku, utawa karan anonim (tanpa dikaweruhi)
Apa satemene maknane tembang iku ?
Nalika mumbul-mumbule agama Islam ing tanah Jawa, para wali nyiptakake tembang iku sarana kanggo dakwah. Contone Sunan Kalijaga nyiptakake lakon wayang Jamus (Jimat) Kalimasada yen diwerdeni saka tembung Kalimat Syahadat. Mula ora mokal yen sing nyiptakake tembang Ilir-ilir iku ya para wali.
Dene maknane tembang Ilir-ilir mangkene :

Ilir-ilir, tegese tangia, bangkitlah. Ajak-ajak supaya para nom-noman lan wong-wong padha gumregah saka anggone turu, saka anggone karem ing kahanan sing lawas, tandang gawe kanggo nungsung kahanan sing anyar. Tandure wis sumilir, tandurane wis padha nglilir, wis tangi, wis urip. Wiji kabecikan, utawa kader-kader nom-noman sing ditandur wis ngatonake wujude, wis maujud. Rupane ijo royo-royo kaya ijo penganten anyar. Dhek jaman biyen penganten anyar dianggoni klambi ijo minangka simbol panguripane manungsa kang ibarate tanduran kang lagi thukul.
Bocah angon penekna blimbing kuwi, bocah angon ibarate para mudha sing ngopeni, ngawal sumebare agama nggayuh gegayuhane manungsa kang diibaratake blimbing. Blimbing nduweni lingir 5 maknane rukun Islam limang prakara. Angka 5 dhewe nduweni tafsir warna-warna upamane : rukun Islam, sembahyang limang wektu, tambane ati ya limang prakara. Sanajan lunyu, angel, kudu tetep diupayakake.
Kanggo masuh dodotira, minangka kanggo nyuceni sandhangan sing dianggo, sandhangan kang awujud lair utawa sandhangan kang wujud batin. Kaya ngendikane KGPAA Mangkunagara IV sandhangan batin yaiku agama, agama ageming aji.
Dodotira kumitir bedhah ing pinggir, nalika samana sandhangane wis bedhah, wis suwek mula sandhangan mau kudu didondomi, dijlumat, diapiki supaya dadi becik.
Kanggo seba mengko sore, mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane, kanggo ngadhep marang Gusti Allah, Pangeran kang murba amisesa uripe manungsa.


Ana maneh tapsir liya, yaiku nalika adege Negara Republik Indonesia bocah angon sing dikarepake yaiku para pemimpin kayata : Bung Karno, Rajiman Wedyadiningrat, M. Hatta, Abikusna Cakrasuyasa, M. Yamin lsp mujudake lan netepake dhasar negara yaiku Pancasila (sing diibaratake blimbing) , negara sing bakal didegake yaiku Republik Indonesia.

Selengkapnya...

KISI – KISI UJIAN SEKOLAH

BAHASA JAWA kelas IX

I. Ukara tanduk (kalimat aktif).
Tetengeripun ukara tanduk menawi wasésanipun angsal ater ater anuswara lan jejeripun nindakaké wasésa.
- Simin mangan tahu
- Ali nggambar relief

- Ibu mundhut ulam dhateng peken

- Maling nyolong sapi ning kandhang

II. Ukara tanggap (kalimat pasif).
Tetengeripun ukara tanggap wasésanipun angsal ater ater:
(“dak”, “ko”, “di”, “ko”), lan seselan “in”.
Déné jejeripun nandang wasésanipun.
- Sapiné wis diedol
- Dhuwité arep dakjaluk.

- kelase wis daksapu bocah lanang

III. Tembung camboran

Tembung camboran (basa Indonesia: kata majemuk), kuwi rong tembung utawa luwih kang digandhèng dadi siji ngliwati sawijining prosès morfologi. Prosès morfologi yakuwi prosès owah-owahan saka morfem dadi polimorfem, sing nduwèni kategori lan makna wutuh, saéngga polimeorfem iku disebut tembung. Jroning basa jawa, ana telung prosès morfologi sing disinaoni, yakuwi: prosès wuwuhan (pengimbuhan), prosès rangkep (pengulangan), lan prosès camboran (pemajemukan). Prosès camboran (pemajemukan) yaiku prosès panggabungan morfem dhasar, sing biasa digabung yakuwi lingga karo lingga liyané. Camboran dipérang dadi loro, yaiku: camboran wutuh lan camboran udhar. Camboran wutuh minangka camboran sing konstruksiné digabung, saéngga ngasilaké siji makna. Déné camboran udhar arupa camboran sing konstruksiné kapisah lan maknané isih digabung, saliyané kuwi unsuré isih bisa digolèki.

Miturut wutuh orané

Miturut wutuh orané, tembung camboran iki kapérang dadi loro, yakuwi:

· Tembung camboran wutuh,

Contoné : sisib sembir, baya pakéwuh, raja lélé lsp.

· Déné wujud sijiné yakuwi wis dicekak (wancah).

Contoné : bangjo: abang-ijo, barji barbèh: bubar siji bubar kabèh, gaji wakma: sega siji iwaké lima, nasgithel:panas legi kenthel lsp.

Miturut hubungan wanda

Miturut hubungan wanda siji lan sijiné, tembung camboran bisa dipilah dadi telu, yakuwi:

· Tembung camboran kang nduwèni teges sadrajad. (kopulatif). Contoné: gedhé cilik, tuwa nom, sumbang surung, sandhang pangan lsp. Reroncèn tembung bisa uga ditambahi tembung "lan" utawa"saha".

· Tembung camboran kang tembung kapidhoné nerangaké tembung kapisan (determinatif). Contoné: jambu kapuk, pelem gadhung, manuk dara, lsp.

· Tembung camboran kang tembung kapisan nerangaké tembung kapindhoné. Conto: Parama sastra = sastra kang parama (linuwih), Pandhu putra = putrané Pandhu, lsp.

Tembung garban

Tembung camboran kang sambungan (sandhi) né awujud wandamenga (basa Indonesia: suku kata terbuka) lan wanda aksara swara (vokal), tembung-tembung kasebut banjur bisa luluh (ginarba) dadi siji dadi swara anyar. Tembung kuwi banjur disebut tembung garban. Tuladha:

· a + a = a

Kusuma + astuti = kusumastuti

· a + i = e

Teka + ing = tekèng

Ira + iku = irèku

· a + e = e

Warna + edi = warnèdi

· a + u = o

Wira + utama = wirotama

· i + a (i,e,o,u) = y

Sami + oncat = samyoncat

· u + a (i,e,o,u) = w

Tumuju + ing = tumujwèng

Sawetara ater-ater utawa panambang kang wanguné kaya wanda kasebut uga dadi sandhigarban. Tuladha:

· sa + ulah = solah

· sami + a = samya

· ke + legi + an = kelegèn

IV. Tembung Entar

Tembung entar yaiku tembung kang tegese ora salugune (kata kiasan).

Umpamane:

· dawa tangane tegese clemer, seneng nyolong.

· jembar segarane tegese seneng ngapura kasalahane liyan.

· dawa ususe tegese sabar.

· lunyu ilate tegese mencla-mencle.

· adus kringêt = nyambut gawé, abot bangêt

· adol kringêt = nyambut gawé

· abang rainê = nandhang isin (wirang)

· ålå tembungé = têmbungé kasar/saru

· alus tembungé = kêpénak dirungokaké

· atiné ånå wuluné = atine ålå/dêngki

· cagak urip = kanggo nyukupi kêbutuhan uripé

· cangkêm gatêl = sênêng ngrasani/nggunêm

· cêpak rêjêkiné = gampang olèh rêjêki

· cilik atiné = kuwatir/wêdi

· cupêt atiné = gampang nêsu

· dadi gawé = ngrépotaké

· dhuwúr atiné = gumêdhé

· êntèk atiné = kêwêdèn/kuwatir bangêt

· ènthèng tangané = sênêng tandang gawé

· gêdhé ómónge = umúk ora ånå nyatané

· idu gêni = omongan tansah kêlakon

· jêmbar kawruhé = akèh ngilmuné

· jêmbar kuburé = mlêbu swarga

· jêro kawruhé = akèh ngilmuné; pintêr

V. WANGSALAN

Wangsalan iku unen-unen cangkriman nanging dibatang (dibedheg) dhewe. Ukarane ora persis nanging memper wae. Wangsalan ana kang awujud ukara selarik, bisa uga awujud tembang. Tuladha sing wujud ukara:

· Nyaron bumbung, nganti cengklungen nggonku ngenteni. (saron bumbung=angklung)

· nJanur gunung, kadingaren sliramu teka. (janur gunung=aren).

Tuladha sing wujud tembang:

1. Jirak pindha munggwing wana

2. Sayeng kaga we rekta

3. Sinambi kalaning nganggur

4. Wastra tumrap mustaka

5. Pangikete wangsalan kang sekar pangkur

6. Kinarya langen pribadi

Batangane:

· Jirak pindha munggwing wana = wit kesambi.

· Sayeng kaga = piranti kanggo nyekel manuk (kala).

· We rekta kang muroni = iket.

· Baon sabin = karya.

Wangsalan
01. Jênang gu1å kowe åjå lali.
(jenang gulå = glali).
02. Ngembang garut nggrêmêng ora karuwan
(kêmbang garut = grêmêng),
03. Mbalúng janúr, gêlêma paring usådå.
(balúng janúr = sådå).
04. Ngêmbang kacang, mbêsêngut ora kalêgan.
(kêmbang kacang = bêsêngut - dadi mbêsêngut).
05. Sêkar arèn mas, sampún dangu kok botên kêpanggih
(sêkar arèn = dangu).
06. Kêmbang jambu, kêmaruk duwé dolanan anyar.
(kêmbang jambu = karuk = dadi kêmaruk).
07. Roníng mlinjo, sampún sayah nyuwún ngaso.
(roníng mlinjo = so - dadi ngaso).
08. Klåpå mudhå, yèn kalegan paringa apurå.
(klåpå mudhå = degan - dadi kalêgan)
09. Kêmbang gêmbili sênêng-sênêng olèh rêjêki.
(kêmbang gêmbili = sênêng).
10. Witíng klåpå jawåtå ing ngarcåpådå.
Salugune wóng mudhå gelem rekåså.
(witing klåpå = glugu dadi saluguné)
(Jawåtå ing ngarcåpådå = wóng) .
11. Kolik priyå priyagung anjani putrå.
Tuhu an, wóng anóm wêdi kangèlan.
(kolik priyå = manuk tuhu).
(Anjani putrå = Anóman - dadi anóm)

Wangsalan

Wangsalan yaiku unen-unen kang ngemu teges badhean, kaya dene cangkriman utawa tebakan. Tembung ‘wangsalan’ nunggal teges karo ‘wangsulan’. Ing sajroning wangsalan ngemu unen-unen, lan unen-unen iku mbutuhake wangsulan minangka batangane.

Wangsalan ana kang kaprah lan tinemu ing paguneman padinan lan mengku karep tartemtu, tur saben wong ngerti karepe. Yen ana wong muni: ‘Eh, bocah cilik mono aja ngroko cendhak’, sing diajak guneman ngerti, karepe ‘aja neges-neges’, rokok cendhak iku tegesan. Ana wong martamu, sing duwe omah mbagekake karo celathu: ‘E, njanur gunung temen!’, karepe ‘kadingaren’. “Janur gunung” bedhekane “janur aren”. Ana bocah ngaku-aku duweking liyan, banjur disendhu: ‘E, aja ngedom kreteg!’. “Dom kreteg’ iku ‘paku’.

Wangsalan uga akeh tinemu ing kasusastran, lumrahe rinakit ing basa pinathok tur rinengga. Ana uga kang sinawung ing tembang Macapat. Ing seni karawitan sok kanggo umpak-umpak ing gendhing. Tuladhane:

1. Wangsalan padinan

Isih enom kok njangan gori. (jangan gori = gudheg)

Ditakoni malah ngembang suruh. (kembang suruh=drenges)

We, kok banjur ngewoh kesambi. (who kesambi=kucacil)

Ya, aku gelem, nanging balung jagung lho! (balung jagung=janggel)

Wah, sajake lagi nglapa mudha. (klapa mudha = degan)

Kowe iku, kok mung mutra bebek. (putra bebek = meri)

Jenang gula, Mas, welingku wingi! (jenang gula = glali)

Dheweke lagi madder bungkuk. (wader bungkuk = urang)

Anggone nyambut gawe mung nguler kambang. (uler kambang = lintah)

Wong mung guyon wae kok njur mentil kacal. (pentil kacang = besengut)

Wah, nyega mambu. Aja ngono, Yu! (sega mambu = amer)

Jenang sela, Mas. Kula boten mampir. (jenang sela = apu)

Lha rak mbalung ula, apa-apa dipangan! (balung ula = gragasan)

2. Wangsalan kang rinacik ukara

Ayam wana, ywa nasar tindak dursila. (bekisar)

Balung janur, nyata sira mangka usada. (sada)

Balung klapa, ethok-ethok ora priksa. (bathok)

Balung ula, dakgagas gawe rekasa. (gragasan)

Bebek rawa, yen uwis enggal mrenea. (mliwis)

Cagak griya, tan yogya duhka nastapa. (saka)

Carang wreksa, nora gampang nganggit ukara. (pang)

Cecak toya, aja mingkar ing ubaya. (baya)

Cubung wulung, asiha maring sasama. (tlasih)

Damar mancung, cupet temen nalarira. (upet)

Dewanata, saru temen tindakira. (Guru)

Doming jala, aja seneng coba-coba. (coba)

Dhadhung peksi, mangsa kala tindak mriki. (kala)

Enthong palwa, tindak salah tanpa prayoga. (welah)

Gayung sumur, amba sadermi umatur. (timba)

Gelang sweda, yen lali nuli elingna. (ali-ali)

Gender wreksa, bobot timbang aneng sira. (gambang)

Impen nyata, bandara asing mring amba. (daradasih)

Jae wana, poyang-paying solahira. (lempuyang)

Jalak pita, adhang-adhang sihing bapa (podhang)

Jamang wakul, aja kurang ing pamengku. (wengku)

Kapi jarwa, dakpethek mangsa luputa. (kethek)

Kapi kresna, wong petung nora prayoga. (lutung)

Kasut wreksa, paran bayan wartanira. (gamparan)

Kawi sekar, kang sregep ngapus pustaka. (puspa)

Kawis wana, budi alus tur prasaja. (maja)

Kendhal jeram, mangga sareng uluk salam. (sereng)

Kendhal pipa, klelat-klelet tan prayoga. (klelet)

Kendhal teko, sun anti tan teka-teka. (weka)

Kelor wana, aja eru mring bandara. (weru)

Kukus gantung, sawangane sajak bingung. (sawang)

Laler gora, watak wengis tan utama. (pitak)

Macan wisma, memancing tindak duraka. (kucing)

Mendhung seta, lega legawaning driya. (mega)

Menyan seta, tuwas tiwas labuh nyawa. (tawas)

Nata mudha, kepati sengseming driya. (adipati)

Ombak agung, pakulun nyuwun panggunggung. (alun)

Pandhan wisma, ati panas tan saranta. (nanas)

Pandhu putra, den tata sabarang karya. (Puntadewa)

Peken alit, pangajab mangsa wurunga. (warung)

Pucang wana, dhang-dhang sihing bandara. (sadhang)

Roning kamal, mumpung anom sing tawakal. (sinom)

Sarpa kresna, mung andika sun pracaya. (dumung)

Sarung jagung, abot entheng wani tanggung. (klobot)

Taji kisma, sun kudang dadi sujanma. (luku)

Udan riris, sugih miskin wis ginaris. (grimis)

Uler kambang, amba titah mung cumadhang. (lintah)

Ula langking, ngumungna kabeh piweling. (dumung)

Yuyu agung, pinething dadya tumenggung. (kepithing)

3. Wangsalan kang dumadi saka rong ukara utawa rong gatra. Gatra kapisan minangka wangsalan (cangkriman), ukara kapindho minangka bedhekane utawa wangsulane.

Tualadha:

Gentha dara, ari Senen basa kuna. (sawangan; Soma)

Sawangane, narima asrah ing jiwa.

Ancur kaca, kaca kocak munggwing netra. (banyu rasa; tesmak)

Den rinasa, tindak mamak tan prayoga.

Ari Sena, Sena gelung minagkara. (Arjuna; Wrekodara)

Puji arja, mrih antuk sihing bandara.

Balung pakel, gendheyo sisaning kalong. (pelo; sontrot)

Kari loke, ketanggor padha jarote.

Bayem harda, hardening ngrasuk busana. (lateng; besus)

Mari anteng, besuse kaya katara.

Carang wreksa, wreksa wilis tanpa patra. (pang; pati urip)

Nora gampang, wong urip ing alam donya.

Cubung wulung, wulung wido mangsa rowang. (tlasih, alap-alap)

Asiha, alapen badan kawula.

Durna putra, putra-putri ing Mandura. (Aswatama; Sumbadra)

Janmotama, pinuji sinuba-suba.

Dhikir Buda, Buda Manis yen jinarwa. (puja; Rebo Legi)

Amemuja, mbeboleh margane begja.

Gayung sumur, kewan gung granane dawa. (timba; esthi)

Aja kemba, mangesthi saliring karya.

Jarwa palwa, palwa kandheg ing samodra. (prau; labuh)

Prasajaa, nglabuhi tindak utama.

Jenang sela, sela lembat ing narmada. (apu; wedhi)

Den pepundhi, wulang wuruking pandhita.

Kukus gantung, taru wilis lalap tedha. (sawang; luntas)

Sun sesawang, cah sigit ngentasi karya.

Kolik priya, priya tinilar kang garwa. (tuhu; dhudha)

Lamun tuhu, pepadha tresna ing kalbu.

Kresna putra, putrane sang Dananjaya. (Samba; Abimanyu)

Sing sambada, nyenyuwun maring Hyang Suksma.

Kroncong asta, pithing alit welut wana. (gelang; ula)

Ja sumelang, cah ayu sun ela-ela.

Lembu rekta, kucing gung saba ing wana. (bantheng; sima)

Pathenthengan, ulahing janma brangasan.

Mamet tirta, tirta manis wit kalapa. )ngangsu; legen)

Suka rena, kalegan ancasing driya.

Medhar sabda, sabda kang kladuk sudira. (guneman; wani)

Den tumanem, memuni wedharing cipta.

Marga tirta, tirta mijil ing sarira. (urung-urung; kringet)

Jinurungna, kriya kridhaning wardaya.

Nata dewa, dewa kang sirah dipangga. (Pramesthi; Gana)

Mangesthia, tindak-tanduking sujana.

Ngreka puspa, puspa seta rum gandanya. (nggubah; mlathi)

Nggubah basa, basa pangesthining rasa.

Ngreka wreksa, wreksa langking sisa agni. (ngukir; areng)

Lenging piker, binareng krenteging ati.

Petis manis, sarining kaca benggala. (kecap; banyu rasa)

Aja ngucap, yen durung tunggal sarasa.

Pita jarwa, jarwane tembung usada. (kuning; tamba)

Ninging cipta, sinuba ing rasa mulya.

Rema seta, wanara raja Kiskendha. (uwa; Sugriwa)

Pra wanita, den asih tresna ing garwa.

Saron bumbung, bumbung lit sumbering swara. (angklung; suling)

Cecengklungen, ngeling-eling mring paduka.

Sarpa kresna, arine raja Ngalengka. (dumung; Kumbakarna)

Mung andika, sun pinta ngentasi karya.

Sendhang arga, arga geni lor Ngayoja. (tlaga; Merapi)

Mangga-mangga, api-api tan uninga.

Sopir kreta, kreta muluk ing gagana. (kusir; motor mabur)

Siring nala, ambudi suburing praja.

Teken palwa, palwa agung manca nagari. (satang; sekoci)

Nora ngetang, lara lapa saben wanci.

Tepi wastra, wastra tumrap pranaja. (kemadha; kemben)

Tanpa tidha, saben ari nambut karya.

Uler toya, toya mijil saking netra. (lintah; eluh)

Satitahe, uger nora ngluh ing driya.

Uwi wana, wana kang wus tinarbuka. (gadhung; talun)

Adol gendhung, angelun isining donya.

Wohing tanjung, wanara anjani putra. (kecik; Anoman)

Becik apa, wong anom suthik rekasa.

Welut wana, walang wilis sabeng arga. (ula; gambuh)

Atur kula, anggambuh mring Hyang Wisesa.

We ing wreksa, wreksa kang rineka janma. (tlutuh; golek)

Wus kapatuh, mbudidaya golek praja.

4. Wangsalan sinawung ing tembang

Sinom

Jamang wakul Kamandaka,

kawengku ing jinem wangi,

kayu malang munggeng wangan,

sun wota sabudineki,

roning kacang wak mami,

yen tan panggih sira nglayung,

toya mijil sing wiyat,

roning pisang leash ing wit,

edanira tan waras dening usada.

(Babad Pasir: IV.4)

Kinanthi

Sastra pangandheging kidung,

sudarma Basudewaji,

ngestu pada mring kusuma,

manjanma ping sakethi,

pusara pangiket gangsa,

tumutur tan sedya kari.

(Mangkunagara IV, Manuhara: II, 11)

VI. PARIBASAN

1. Adigang, adigúng, adigunå
Ngêndêlaké kakuwatané, kaluhurané lan kapintêrané

2. Ånå gulå ånå sêmut.
Panggonan síng akèh rêjêkiné, mêsti akèh sing nêkani.

3. Asu rêbutan balúng.
Rebutan barang kang sêpélé.

4. Asu bêlang kalúng wang.
Wóng asór nangíng sugíh.

5. Bèbèk mungsuh mliwís.
Wóng pintêr mungsuh pådhå wóng pintêr.

6. Bêcík kêtitík ålå kêtårå.
Bêcik lan ålå bakal kêtårå ing têmbé mburiné.

7. Cêcak nguntal cagak.
Gêgayuhan kang ora imbang kekuwatan.

8. Dahwèn ati opèn.
Nacad nangíng mbênêrake wong liya.

9. Éman éman ora keduman.
Karêp éman malah awaké dhéwé ora kêduman.

10. Gajah ngidak rapah.
Nrajang wêwalêr dhéwé.

11. Golèk banyu bêníng.
Mêguru golèk kawruh síng bêcík.

12. Kacang ora ninggal lanjaran.
Kabiasané anak niru wóng tuwané.

13. Kebo ilang tómbók kandhang.
Wís kélangan ngêtokaké wragat manèh kanggo nggoleki
malah ora kêtêmu pisan.

14. Kêbo kabótan sungu.
Rêkåså mergå kakèhan anak.

15. Nabók nyilih tangan.
Tumindak ålå kanthi kóngkónan wóng liyå.

16. Ora ånå kukús tanpå geni.
Ora ånå akibat tanpå sebab

17. Sumúr lumaku tinimba, góng lumaku tinabúh.
Wóng kang kumudu-kudu dijaluki piwulang/ditakóni.

18. Timun mungsuh durèn.
Wóng cilík mungsúh pànguwåså, mêsthi kalah.

19. Tulúng mênthúng.
Katóné nulungi, jêbulé malah ngrusuhi.

20. Yitnå yuwånå mati inå.
Síng ngati-ati bakal slamêt, síng sêmbrånå bakal cilåkå.

VII. TEMBUNG SAROJA

Tembung saroja iku tembung kang rinakit seka rong (2) tembung kang (meh) padha tegese lan bisa nuwuhake arti kang luwih teges. Bisa artine perkara kang ana sesambungane, bisa uga kahanan kang mbangetake.

Tuladhane:

· sato kewan = perkara kewan

· ayem tentrem = tentrem tenan

· tepa tuladha = tuladha

· tresna asih = asih tenan

· colong jupuk = perkara nyolong utawa kagiatan nyolong.

· Cilik menthik = cilik tenan

· Bot entheng = enteng

· Gagah prakosa = kuat

· Japa mantra = mantra

· Bapak ibu = wong tuwa

· Sakti mandraguna = sakti

VIII. TEMBUNG SANEPA

Sanepa yaiku unen-unen kang ajeg panganggone ngemu surasa tetandhinga lan duwe teges mbangetake kanthi nyurasa teges kosok baline.

Sanepa: “tatune arang kranjang” karepe tatu iku kaya bolonganing kranjang. Mangka bolonganing kranjang iku yen dideleng, sing bolong lan sing ora bolong akeh bolongane. Unen-unen iku nyanepani: ‘tatu sing kerep banget’.

Tuladha liya:

Ambune arum jamban. (banger banget, karo jamban isih arum ambuning jamban)

Balunge atos gedebog. (mbedhel banget, empuk banget)

Cahyane abang dluwang. (pucet banget)

Eseme pait madu. (manis banget)

Kawruhe jero tapak meri. (cethek banget)

Kehing utang arang wulu kucing. (kerep banget)

Kulite wulet godhong lumbu. (mbedhel banget)

Lungguhe anteng kitiran. (usil banget)

Pikirane landhep dhengkul. (kethul banget)

Playune lonjong botor. (banter banget nganti katon bunder)

Polahe anteng kitiran (montang-manting)

Rasane legi bratawali. (pait banget)

Rembuge peret beton. (lunyu banget)

Suwe mijet wohing ranti. (sedhela banget)

Selengkapnya...

SELALU


Ada kata yang tak pernah mampu terusik
Meski senja datang…
Meski langit segera kelam
Tersimpan rapi di dalam hati yang sepi
Hari-hari berlalu tanpa sempat tuk tau
Akankah saatnya tiba…
Atau hanya penantian saja
Sembari berucap “Slalu kan kutunggu”
Satu kata yang tak ingin bisa terusik
Terajut oleh kenangan…
Berpondasikan harapan…
Berselimut indah sebuah cinta putih
Hari-hari menjauh terlebih saat itu
Terbang lepas ke langit bebas
Tanpa sebuah kalimat jelas
Kecuali bahwa cinta kan kembali bertemu
Selalu…
Jika memang Tuhan menakdirkan satu
Selalu…
Tak peduli berapapun lamanya waktu
Selengkapnya...

Senin, 05 April 2010

Lir ilir

Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir
Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo Selengkapnya...